Dia memperhatikan lantai . Lantai dari batu itu terdapat jejak kaki manusia . Bukan main ! Manusia macam apa yang dapat membuat jejak kaki pada lantai batu ? Dan jejak kaki itu miring ke sana sini , dan ketika Yang Cien mengikuti jejak kaki itu menginjak dan melangkah dengan kakinya , maka terbentuklah langkah-langkah seperti orang bersilat !
Pernah ada orang berlatih silat di sini , dan kaki nya meninggalkan bekas di lantai batu ! Bukan main . Hanya sinking yang sudah mencapai tingkat tinggi sekali saja yang dapat membuat kaki meninggalkan jejak seperti itu di atas batu keras , seolah-olah lantai itu terbuat dari tanah liat yang lunak saja .
“ Rahasia apa , suheng ? Arca ini tidak menunjukkan sesuatu . Barangkali rahasianya terletak dibawahnya , coba ku angkat !” berkata demikian , raksasa muda itu memeluk arca lalu dicobanya untuk di angkat .
Akan tetapi arca itu tidak dapat di angkatnya . Padahal menurut besarnya patung , sudah pasti Kauw Cu dapat mengangkatnya . Akan tetapi arca ini seolah-olah ada sesuatu yang menahannya dari bawah sehingga tidak dapat terangkat .
“ Ah , arca ini berakar di bawahnya , suheng !” kata Akauw penasaran .
Yang Cien mendekati . “ Hentikan usahamu , sute . Kalau arca ini tidak dapat kau angkat , berarti memang dibawahnya terkait sesuatu . Ah , mungkin itulah rahasia yang akan ditunjukkan kepada kita
“ . Dia lalu memegang arca itu , dan meutarnya ke kiri . Untuk itu dia harus mengerahkan seluruh tenaganya dan tiba-tiba arca itu dapat d putar ke kiri . Saat itu terdengar suara gemuruh seperti ada banyak batu runtuh dan di dinding kiri guha itu tiba-tiba saja runtuh berlubang besar ! .
Yang Cien dan Akauw melompat keluar guha agar jangan sampai tertimpa batu-batu yang runtuh . Debu mengepul tebal dari reruntuhan itu dan setelah batu berhenti berjatuhan , debu juga mulai menipis , Yang Cien memasuki guha , diikuti Akauw yang agak takut karena merasa ngeri melihat kejadian yang aneh itu .
Nalurinya seolah memberitahu kepadanya bahwa dibalik reruntuhan itu terdapat bahaya besar mengancamnya ! .
“ Hati-hati , suheng .... ! “ bisiknya dan dia berjalan dekat sekali di belakang suhengnya .
“ Kita harus waspada , sute “ , bisik Yang Cien .
Keduanya memasuki lubang dari dinding yang runtuh tadi , dan ternyata di balik dinding itu terdapat sebuah tangga batu menuju ke bawah yang gelap sekali ! .
“ Wah , gelap sekali , suheng .......... “
“ Tidak apa , sute . Kita meraba-raba dan tetap waspada ..... “ .
Keduanya setengah merangkak mengikuti lorong itu dan seratus langkah kemudian nampaklah sinar didepan . Ternyata lorong itu membawa mereka ke sebuah ruangan yang lebih luas daripada guha di depan dan penerangan itu datang dari atas , dimana terdapat celah-celah batu yang berbentuk segi delapan dari mana sinar matahari dapat menerobos masuk !.
Dan di tengah-tengah ruangan itu terdapat meja sembahyang daripada batu , tempat lilin batu dimana masih ada lilinnya yang tidak menyala , tinggal sepotong lilin itu . Di kanan kiri meja sembahyang terdapat dua buah patung , patung seorang pria dan patung seorang wanita yang merupakan arca batu yang sama besarnya dengan arca wanita di guha yang lain itu .
Dua buah arca ini sama bagusnya dengan arca wanita itu , ukirannya demikian indah dan halusnya sehingga garis-garis telinga dari arca itu nampak jelas . Yang pria berusia kurang lebih tigapuluh tahun , tampan dan berwibawa , yang wanita cantik sekali , sama cantiknya dengan arca wanita di guha yang lain , akan tetapi alisnya berkerut dan tarikan wajah cantik ini membayangkan kekerasan hati dan kekejaman !
Di seluruh dinding tempat itu terdapat ukir-ukiran yang membentuk gambar-gambar dari orang yang bersilat , demikian jelas gambar-gambar itu dan demikian teratur sehingga tanpa penerangan sekalipun orang dapat mempelajari silat dengan meniru kedudukan jurus-jurus dalam gambar itu .
Seluruhnya ada tigapuluh enam jurus yang terbagi dalam banyak perkembangan sehingga untuk
menggambarkan satu jurus saja terdapat lebih dari lima gerakan dalam gambar . Begitu jelasnya sehingga Akauw yang melihatnya segera mulai bergerak-gerak menirukan gambar itu .
“ Akauw , jangan lancing “ .
“ Maaf , suheng “ . Dan diapun mengikuti suhengnya yang sudah menjatuhkan dirinya berlutut di depan meja sembahyang , sekaligus menghadap dua arca itu .
“ Teecu berdua Yang Cien dan Ciang Kauw Cu , secara kebetulan saja memasuki tempat ini tanpa ijin lo-cian-pwe , harap lo-cian-pwe sudi memberi maaf yang sebesarnya “ , kata Yang Cien dengan sikap dan suara menghormat .
Hampir saja Akauw tertawa . Apakah suhengnya mendadak menjadi gila “ suheng “ , bisiknya .
“ Itu hanya arca batu ...... “
“ Hushhhh , sute , lihatlah di belakang meja sembahyang itu “ , bisik kembali Yang Cien .
Akauw mengangkat kepalanya dan menjenguk . Matanya terbelalak dan wajahnya berubah agak pucat .
Di sana , dibelakang meja , di atas kursi , duduk sebuah kerangka manusia lengkap dengan tengkoraknya , telunjuk kanannya menuding kepadanya dan telunjuk kirinya menuding ke atas , matanya yang berlubang itu seperti melotot kepadanya .
“ Ampun , ampunkan saya , lo-cian-pwe “ , katanya dengan suara gemetar sehingga kini Yang Cien yang ingin tertawa .
Yang Cien melakukan penghormatan itu untuk menghormati arwah orang yang telah mati dan telah menjadi kerangka di balik meja sembahyang itu . Ketika dia melihat lagi , di atas meja sembahyang itu terdapat sebuah kitab dan sebuah sarung pedang yang terisi dua batang pedang . Sema- ciang dan siang-kiam ( pedang pasangan ) . Tentu saja ingin sekali dia mengambil kitab dan pedang untuk memeriksanya , akan tetapi dia tidak berani lancing .
“ Sute , engkau membawa alat pembuat api ?” .
“ Ada , suheng “
.
“ Buatlah api untuk menyalakan lilin di atas meja sembahyang ini , kita perlu mohon ijin dulu “ .
Akauw dengan kedua tangan gemetar lalu membuat api dan menyalakan lilin itu yang masih dapat menyala dengan baik . Kemudian Yang Cien , di turut oleh sutenya , lalu memberi hormat sambil berlutut , dan berkata “ Saya Yang Cien mohon ijin kepada lo-cianpwe untuk membaca kitab dan melihat pedang itu “ .
Setelah berkali-kali berkata demikian , dia lalu bangkit berdiri dan dengan sikap hormat , dia menjulurkan tangannya mengambil kitab yang tidak berapa besar itu . Akan tetapi ,
begitu dia mengangkat kitab itu dari atas meja , tiba-tiba dia berseru kesakitan , lalu terhuyung-huyung dan roboh di depan meja sembahyang , pingsan ! .
“ Suheng ..... ! Ah , suheng ....... Jangan mati , suheng ..... “ Akauw berteriak – teriak karena baru saja dia kematian kakek Yang Kok It , merasa takut melihat Yang Cien jatuh pingsan . Kemudian , dia bangkit berdiri dan mengepal tinju , mengamangkan tinjunya kepada kerangka itu dan memaki .
“ Iblis busuk , bangkitlah dan lawan aku kalau berani ! Kami telah bersikap sopan , akan tetapi malah engkau membunuh suhengku ! Hayo bangkit dan lawan aku atau akan kuhancurkan meja dan arca-arca ini !” .
Untuk sebelum dia menghancurkan segalanya , Yang Cien siuman dan membuka matanya . “ Sute ......... ! Dia mencegah sutenya ketika mendengar sutenya menantang-nantang kerangka itu dan akan menghancurkan meja dan arca . “ Jangan , sute ..... “ .
Mendengar seruan suhengnya , Akauw lalu berlutut dan membantu kakaknya bangkit duduk , hatinya lega karena melihat Yang Cien tidak mati .
“ Engkau tidak mati , suheng ? Aku takut engkau mati ......... “ .
Yang Cien menggigit bibir menahan sakit , lalu memeriksa tangan kanannya , yang ternyata tertusuk sebatang jarum dan telapan tangannya itu menghitam . Dengan jari dia mencabut jarum itu dan merasa tangannya seperti di baker .
“ Sute , ambilkan buku itu “ . Kitab itu terlepas dari pegangannya dan terlempar . sutenya mengambil kitab kesil itu dan menyerahkannya kepadanya . Dengan tangan kirinya Yang Cien membuka lembar pertama dan di situ ada tulisan tangan yang jelas sekali .
Muridku ,
Engkau telah keracunan Ban-tok-ciam ( jarum selaksa racun ) dan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan nyawamu , engkau harus tekun berlatih dari kitab ini selama lima tahun di sini “
Thian Beng Lojin .
Yang Cien tertegun . Dari kakeknya , dia pernah mendengar nama Thian Beng Lojin ( Kakek Anugerah Tuhan ) ini , seorang kakek sakti luar biasa yang tidak diketahui dimana tinggalnya atau matinya , beberapa abad yang lalu . Dia di angkat murid ! Akan tetapi diapun keracunan Ban-tok- ciam dan harus tekun berlatih selama lima tahun di tempat itu !
Dia di lukai ketika mengambil kitab , yang dipasangi alat yang membuat jarum itu menyebar , dilukai untuk “dipaksa “ menjadi murid ! Lima tahun ! Bukan waktu yang pendek . Dan bagaimana dengan sutenya ? .
“ Bagaimana , suheng ? Apa yang terdapat dalam kitab ini ?” . “ Sute , aku telah keracunan Ban-tok-ciam , dan tidak dapat disembuhkan oleh obat apapun juga “ .
“ Jangan khawatir , suheng . Aku mengenal daun obat yang dapat dipergunakan mengobati gigitan ular berbisa “ .
“ Sute , jarum ini mengandung selaksa racun . Jalan satu- satunya untuk mengobati , menurut kitab ini selama lima tahun , aku harus berlatih dari kitab ini selama lima tahun di sini “ .
“ Lima tahun ! Gila ! Lima tahun itu sama dengan ketika kakek mengajar kita ! “
“ Apa boleh buat , sute . Kalau aku masih ingin hidup , aku harus menaati pesan dalam kitab itu .
Dan engkau boleh merantau dulu seorang diri , sute . Bekal
48
ilmu sudah cukup ada padamu , dan bekal uang juga cukup . Carilah pengalaman di luar , akan tetapi ingat , jangan mencari perkara , jangan suka berkelahi dan terutama sekali jangan membunuh orang “ .
“ Tidak , suheng . Kalau aku pergi , siapa yang menemanimu ? Aku akan menemanimu ? Aku menemanimu di sini , jangan khawatir “ .
“ Akan tetapi , sute , lima tahun ... “
“ Kalau lima tahun mengapa ? Jangankan lima tahun , biar selamanya aku manu menemanimu di sini . Aku tidak punya siapa-siapa lagi , dan aku takut memasuki dunia manusia tanpa engkau .... “ .
“ Sute ...... !” Yang Cien merangkul sutenya dengan hati penuh keharuan . Anak ini , biarkan di besarkan oleh kera , akan tetapi memiliki watah yang amat baik . “ Kalau begitu , sesukamulah . Aku harus mulai membaca kitab itu sekarang “ .
“ Aku akan mencari bahan makanan dan mengambil semua perabot kita untuk memasak air , untuk memasak makanan dan lain-lain . Nanti sore aku sudah kembali lagi , suheng “ .
“ baiklah , sute “ .
Setelah Akauw pergi , Yang Cien juga membuka lembaran kedua dan di situ tertulis bahwa untuk mempelajari ilmu menghimpun tenaga dalam kitab itu dia tidak boleh tergesa- gesa , tidak boleh membuka lembaran berikutnya sebelum mengerti benar dan melatih lembaran pertama . Kalau hal itu di langgar , kalau cara melatihnya tidak menurut aturan yang ditentukan , maka mempelajari ilmu itu dapat membuat dia menjadi gila ! .
lanjut ke bagian ( 11 )