Jilid 2
Melihat Yang Cien menangis , Akauw tidak kuat menahan dan diapun mengalirkan air mata , akan tetapi dia belum tahu mengapa suhengnya menangis , dan apa artinya meninggalkan mereka itu . Kakeknya akan pergi kemana ?
“ Kong-kong , engkau hendak pergi kemanakah , kong- kong ?” .
“ Cucu-cucuku , bahkan para Nabi pun mengalami sakit dan kematian . Aku tidak menyesal , telah mendidik kalian dan ku rasa kalian sekarang sudah memiliki bekal untuk menjaga diri .
Yang Cien sutemu masih belum berpengalaman , juga ilmunya tidak sematang engkau . Jangan membiarkan dia seorang diri , akan tetapi biarkan dia bersamamu . Anggaplah dia itu adikmu sendiri , Yang Cien “ .
“ Baik , kong-kong ..... “ .
“ Kauw Cu , engkau harus memenuhi pesanku ini . Engkau jangan memisahkan diri dari kakakmu , dalam segala hal engkau harus menaati kata-kata kakakmu .
Kalau aku sudah tidak ada , maka anggaplah suhengmu sebagai penggantimu “ .
“ Ah , engkau belum mengerti , Akauw ? . Agaknya ... sudah tiba saatnya aku meninggalkan kalian , meninggalkan dunia ini .... Sudah tiba saatnya aku ... mati .... “
“ Kong-kong .... ! “ Kini baru Akauw mengerti dan dia berteriak sambil menubruk kakeknya , merangkul dan menangis .
“ Jangan mati , kong , jangan mati ......... !”
Melihat ini , Yang Cien memegang pundak sutenya . “ Tenanglah , sute dan kita biarkan kong-kong beristirahat “ , mereka lalu membantu kakek itu merebahkan diri .
Kakek itu mendapat serangan penyakit mendadak , penyakit tua dan pada malam hari itu juga meninggal dunia dengan tenang .
Yang Ciean menangis dan Akauw keluar dari gubuk , berayun-ayun dari dahan ke dahan sambil menjerit-jerit seperti kera yang sedang marah .
Sebelum menghembuskan napas terakhir , kakek itu berpesan kepada Yang Cien , “ sekarang sudah tiba saatnya engkau meninggalkan tempat ini , Yang Cien . Ajaklah Kauw Cu memasuki dunia ramai .
Musuh tentu sudah melupakan engkau yang kini telah dewasa , dan usahakan agar cita-cita ayahmu menyatukan seluruh Negara menjadi kenyataan “ .
Semalam itu mereka berdua tidak tidur , menunggui jenazah kakek Yang Kok It sambil menangis tanpa suara . Keduanya merasa kehilangan sekali . Kehilangan kakek , kehilangan guru , juga pengganti orang tua yang baik sekali .
Pada keesokan harinya , barulah mereka menggali sebuah lubang yang cukup dalam untuk mengubur jenazah kakek Yang Kok It . Setelah selesai , Yang Cien mengangkat sebuah batu besar sebagai nisan kuburan yang berada di bawah pohon tempat tinggal mereka itu .
Setelah itu , Yang Cien lalu berkemas . “ Kita pergi sekarang saja , sute “
“ Kemana , suheng ?” .
“ Memenuhi pesan kakek . Kita harus kembali ke dunia ramai dan melanjutkan cita-cita mendiang ayahku untuk menyatukan seluruh negeri agar dapat menentang gangguan bangsa mongol yang datang dari barat dan utara “ .
Kauw Cu tidak menjawab , akan tetapi memandang penuh perhatian ketika Yang Cien mengambil sebuah kantung dari tumpukan pakaian kakeknya dan membuka , lalu mengeluarkan isi kantung itu . Ternyata berisi perak dan emas potongan yang amat diperlukan untuk bekal perjalanan .
“ Itu apakah , suheng ? Itu yang berkilauan kuning .... “
“ Ah , inikah , sute ? Ini yang dinamakan emas , dan ini perak . Kita membutuhkan sekali emas ini untuk bekal diperjalanan “ .
“ Untuk apakah emas itu , suheng ?” .
“ Untuk segala keperluan . Membeli pakaian , membeli makanan dan menyewa rumah penginapan atau membeli kuda atau perahu “ .
“ Kalau begitu kita perlu membawa yang banyak , suheng “ .
“ aih , darimana membawa banyak ? Benda ini sukar sekali di dapatkan , dan amat berharga . Dikota segalanya harus dibeli , bahkan makanan . Engkau tak dapat mencari makanan seperti di sini .
Semua pohon buah ada yang memilikinya , kalau membutuhkan harus dibeli “ .
“ Aku tahu sebuah tempat yang penuh dengan emas ini , suheng “ .
“ Ahhh ? Yang Cien memandang heran .
“ Benarkah , sute ? Dimana itu ?” .
“ Aku tidak mau memberitahukan atau menunjukkan kepadamu dimana tempatnya “ .
“ Kenapa , sute ?” .
“ Aku takut engkau menjadi jahat seperti Aki . Diapun menjadi jahat dan hendak membunuhku setelah kuperlihatkan tempat itu kepadanya “ .
“ Ahhh .... Engkau kira aku ini orang macam apakah , sute ? Apakah sampai sekarang engkau belum juga percaya kepadaku ? Kalau begitu , tidak usah kau tunjukkan tempatnya kepadaku . Aku pun tidak ingin memperoleh banyak emas . Ini saja sudah cukup , dan kalau habis , kita dapat bekerja untuk mendapatkan penghasilan “ .
Akauw diam sejenak dan menatap wajah suhengnya . Kemudian , dia memegang tangan suhengnya . “ Maafkan aku , suheng . Mari , mari kutunjukkan tempatnya . Perjalanan dari sini cukup jauh , akan tetapi kalau engkau mempergunakan ilmu berlari cepat dan aku melakukan perjalanan melalui pohon-pohon , dalam waktu seperempat hari saja tentu akan sampai .
Timbul kegembiraan di hati Yang Cien yang dilanda duka karena kematian kakeknya itu . Bukan karena dijanjikan memperoleh banyak emas , melainkan akan melihat tempat lain daripada hutan yang selama lima tahun di huni bersama Akauw dan kakeknya . Dan dia ingin tahu sekali tempat apa itu yang dikatakan mengandung banyak emas oleh Akauw .
Disebutnya Lembah Iblis , mengapa ada tempatnya yang mengandung e
mas ? Maka diapun berangkat . Akauw sebagai penunjuk jalan melakukan perjalanan dari pohon ke pohon , gerakannya cepat sekali berayun-ayun dan Yang Cien harus menggunakan gin-kangnya agar dapat berlari cepat menyusul sutenya yang berada di atas .
Lanjut ke Bagian 8